Pages

Sunday 1 May 2011

Hari-Hari Terakhir Rasulullah saw...

Fajar pagi itu, Rasulullah dengan suara tersekat-sekat memberikan nasihat kepada para keluarga dan sahabat. "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Oleh kerana itu, bertaqwa lah kepadanya. Kuwariskan dua hal kepada kalian, Al-Quran dan As-Sunnah. Barang siapa mencintai Sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang ini akan masuk syurga bersama aku". Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya seorang demi seorang. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya. 

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua", desah hati semua sahabat saat itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan pantas menangkap Rasulullah yang hampir jatuh(terhuyung-hayang) di saat menuruni mimbar. 


Matahari kian meninggi, para sahabat telah berada di halaman rumah Rasulullah. Tetapi, pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan kening yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?"tanyanya. Tetapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah sambil membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian, ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah. "Siapakah itu wahai anakku?""Saya tidak tahu ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Satu persatu bahagian wajahnya seolah hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, aialah yang memisahkan pertemuan di dunia." "Dialah malaikatul maut,"kata Rasulullah. Fatimah pun menahan titisan airmatanya. 
Malaikat maut datang menghampirinya, tetapi Rasulullah bertanya "Kenapa Jibril tak ikut menyertai?" Kemudian, dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka luas menanti kedatanganmu,"kata Jibril. Tetapi itu tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" malaikat Jibril bertanya. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,"kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bermandi peluh, urat-urat di bahagian lehernya menegang. "Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini." rintih Rasulullah. 
 Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin ke bawah dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengutus wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah dicabut nyawanya," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah menjerit, kerana sakit yang tak tertahankan lagi.  "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua seksa maut ini kepadaku, jangan  pada umatku." 
Badan Rasulullah pun mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.  "u'sikum bis sholati, wa ma malakat aimanukum-peliharalah solat dan santuni orang-orang lemah di antara kamu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummati,  ummati, ummati..-umatku, umatku, umatku". 
Perginya seorang manusia mulia....... Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ

0 comments:

Post a Comment